Hutan hujan tropis yang asri menjadi daya tarik utama Bukit Lawang. Diminati turis asing karena bisa melihat langsung Orang Utan di habitan aslinya.
Gemuruh air Sungai Bahorok seolah menyambut wisatawan. Airnya jernih dan deras. Tak heran sungai yang terletak di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Lawang, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara ini menjadi favorit wisatawan lokal. Dari atas jembatan gantung, yang menghubungkan dua sisi sungai Bahorok, terlihat anak-anak maupun dewasa bersuka ria menceburkan diri di antara bebatuan sungai.
Dari kota Medan, Sungai Bahorok bisa dijangkau dengan kendaraan roda empat selama 3,5 hingga 4 jam perjalanan. Tidak hanya airnya yang jernih dan dingin, di ekowisata ini pengunjung juga dapat menikmati pemandangan hutan hujan tropis terbaik di dunia. Panorama Bukit Lawang menyediakan medan jelajah yang mengasyikkan. Termasuk bagi pengunjung yang ingin menguji adrenalin di Sungai Bahorok.
Menggunakan empat buah ban dalam bekas yang diikat dengan tali, wisatawan bisa mencoba rafting atau bermain arung jeram mengikuti aliran sungai yang deras. Modal untuk menikmati aktifitas tube rafting ini hanyalah keberanian. Karena di tempat ini tak ada pelampung sama sekali. Pengunjung yang tak bisa berenang, harus siap-siap terbawa arus.
Lelah arung jeram, pengunjung bisa beralih menikmati wisata gua. Di sini ada tiga gua yang menarik, yakni Gua Kelelawar (Bat Cave), Gua Wallet (Swallow Cave) dan Gua Kapal (Ship Cave). Dari tempat penginapan ke Bat Cave misalnya, wisatawan harus berjalan sekitar 2 km. Gua kalong punya kedalaman 300 meter. Untuk masuk ke dalam, harus didampingi guide. Jangan lupa membawa senter, karena gua ini sangat gelap. Seperti namanya, gua ini dipenuhi kelelawar. Di dalam gua kita dapat mendengar nyanyian kelelawar, suara tetesan air, dan yang pasti bau khas makhluk malam itu. Dengan kondisi jalan berbatu, gelap dan licin, perlu waktu sekitar satu jam untuk pulang-pergi.
Di Bukit Lawang terdapat banyak bungalow atau penginapan. Bungalow- bungalow yang asri itu terletak di tengah hutan, tak jauh dari Sungai Bahorok. Kala sore menjelang, pengunjung yang tidak menginap di bungalow, memilih berbelanja oleholeh. Banyak galery art di sepanjang tepi Sungai Bahorok. Mereka menjual aneka kaos bergambar karikatur lucu, termasuk gambar Orang Utan Wisatawan asing paling senang membeli patung kayu bermotif Orang Utan. Karena itu, patung ini menjadi primadona. Selain membeli, di galeri-galeri itu wisatawan juga bisa mengikuti kursus singkat melukis atau memahat, seni yang dikuasai warga Bukit Lawang sejak dulu.
Berkunjung ke Bukit Lawang lebih dari sekadar bermain air, masuk gua atau membeli buah tangan. Tujuan utama para pelancong umumnya ingin menyaksikan langsung kehidupan Orang Utan. Kendati pusat rehabilitasi Orang Utan sekarang telah ditutup, pengunjung masih bisa memberi makan pada hewan berbulu lebat itu. Jadwal tetap memberi makan satwa primata langka itu pada pukul 08.00 pagi dan 16.00 sore waktu setempat. Untuk menyaksikan langsung proses tersebut, wisatawan rata-rata menginap satu hingga tiga hari di Bukit Lawang. Pengunjung perlu menginap karena tak bisa seenaknya berangkat sendiri ke lokasi feeding. Mereka harus ditemani seorang pemandu agar tak kesasar.
Agar bisa bertemu hewan yang hobi menggelantung di dahan tersebut, pengunjung harus berjalan kaki sekitar setengah jam. Sambil menyusuri hulu sungai, pengunjung dapat menikmati pemandangan hutan hujan tropis yang lebat, kicau burung yang bersahutan dan bunyi ranting patah terinjak kaki pengunjung. Usai jalan kaki, perjalanan dilanjutkan dengan menyeberang sungai selebar 10 meter, menggunakan perahu kayu yang diikat tali baja melintang di atas badan sungai. Penduduk setempat menyebut perahu berkapasitas lima orang itu getek. Di seberang sungai, wisatawan disambut gapura pintu masuk Taman Nasional Gunung Leuser.
Taman Nasional Gunung Leuser termasuk salah satu kawasan pelestarian alam dan warisan dunia. Ada banyak jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya di hutan ini. Gajah Sumatera atau Harimau Sumatera katanya masih terpelihara di hutan lebat seluas 1.094.692 hektar ini. Kendati kaya ekosistem, di dunia, Taman Nasional Gunung Leuser lebih dikenal sebagai Pusat Rehabilitasi Orang Utan. Sejarah ini terukir sejak 1973, ketika lembaga swadaya masyarakat World Wild Fund (WWF) dan Frankfurd Zoological Society mendirikan Pusat Rehabilitasi Orang Utan di Bukit Lawang. Tujuannya, untuk melestarikan orang utan yang semakin berkurang akibat perburuan, perdagangan, deforestasi dan perluasan lahan perkebunan sawit ataupun karet.
Belakangan proses rehabilitasi tak lagi jalan. Selain akibat pembalakan liar (illegal loging), juga karena banjir bandang yang menerjang Bukit Lawang pada 2 November 2003. Kini pemerintah bersama LSM perlahanlahan membangun kembali hutan Gunung Leuser sebagai habitat terbaik primata besar bernama Latin Pongo Abelii ini. Untuk mencapai tempat pemberian makan Orang Utan, wisatawan harus menempuh perjalanan tracking cukup berat dari pintu masuk Taman Nasional Gunung Leuser. Tapi, walaupun sudah berkeringat karena menyusuri jalanan menanjak sekitar 500 meter, rasa lelah akan sirna seketika begitu melihat sosok makhluk berwarna oranye kecoklatan itu bergelantungan di pepohonan.
Di lokasi feeding time, pawang yang bertugas memberi makan berusaha menarik perhatian Orang Utan dengan memukul-mukul papan menggunakan sebilah kayu. Orang Utan, yang memiliki tinggi sekitar 1,25 hingga 1,5 meter, akan muncul satu persatu. Dengan hati-hati, primata yang sudah hampir punah itu mulai menghampiri pawang. Sang pawang menenteng ember besar berisi susu serta beberapa sisir pisang. Tak perlu menunggu komando, primata besar itu langsung mengambil satu sisir pisang dan kembali lenyap di balik rimbun batang bambu.
Pengunjung tak boleh terlalu dekat. Mereka harus menjaga jarak minimal 7 hingga 10 meter dari Orang Utan. Tujuannya, untuk mencegah penularan penyakit dan melindungi pengunjung dari kemungkinan serangan agresif kera besar itu.
Sumber : http://www.prioritasnews.com
Sumber : http://www.prioritasnews.com
0 comments:
Post a Comment